Rabu, 08 Maret 2017

Aksara STOVIA (Part 2)

Weltevreden,14 April 1932

Hari ini aku datang ke Dorpshuis untuk menyelesaikan tugas-tugasku untuk membantu ayah disana.Selama satu bulan ini aku masih memikirkan kejadian disaat di delman waktu itu. Mengapa ia berkata demikian? Apa karena aku menjajah tanahnya? Atau memang ia tak suka dengan diriku ? Semua hal tersebut selalu terbayang-bayang di benakku saat itu.

Pekerjaan yang menjemukan ini menambah rasa frustasi ku akhir akhir ini. Aku rasa aku membutuhkan pelarian. Aku berjalan menyusuri Jalan-jalan setapak weltevreden IV sambil menikmati udara segar dan suasana yang cerah tanpa gangguan dari tugas tugas yang menumpuk di Dorpshuis. Kebetulan hari ini Kuliah sedang libur. Aku berniat untuk mengunjungi taman di wijkhuis untuk menenangkan diri. Sepertinya memang taman yang aku butuhkan di situasi seperti ini.

Sesampainya di sana aku duduk memandangi sekitar melihat orang lalu lalang datang dan pergi. Ada anak kecil yang bermain riang. Ada pasangan kekasih sedang bermesraan. Begitulah taman di wijkhuis ini setiap harinya. Suasana taman yang temaram membuatku teringat akan dia. Ya ,Dewi.Gadis pribumi itu. Kenapa gerangan ia berkata seperti itu kepadaku. Sambil duduk terdiam termenung ku berpikir apa yang seharusnya ku lakukan terhadap dewi. Rasa dan ketertarikan diriku terhadap gadis pribumi itu tak lekang dimakan masa apalagi hanya dengan ditimbun oleh sejuta kesibukan. Mungkin Inlander lain di Batavia memang sama terpelajarnya dengan Dewi tapi entah sebuah impresi apa yang membuat si psikopat yang cantik ini mengalihkanku.

Sepulang dari taman di wijkhuis aku berusaha mencari cara agar bertemu Dewi esok hari. Aku ingin menyampaikan sesuatu padanya. Aku ingin menjelaskan semua gundah tanpa keterpaksaan ini . Sebuah rasa yang fana yang dinamakan rindu.walau mungkin ia takkan menerimanya setidaknya itu yang terbaik daripada tak melakukannya.

Keesokan harinya, Aku pergi ke Bibliothek di weltevreden Utara. Aku menunggu kedatangan Dewi disana. Menurut teman sekelasnya yang juga tetanggaku, Van hieftman. Ia bilang bahwa Dewi senang sekali meminjam buku ke Bibliothek. Maka dari itu aku tunggu ia disana sembari ku habiskan buku kedokteran yang kuambil di rak. Tak terasa jam dinding di Bibliothek ini menunjukkan pukul 6 sore. Aku harus segera pergi. Aku bingung dan kecewa tak bertemu Dewi hari ini. Apa kah seburuk itunya aku sampai sampai ia tak ingin bertemu denganku.Aku berjalan menyusuri jalan setapak di weltevreden bagian utara untuk pulang. Langkahku  gontai perihal dirinya. Namun tiba-tiba aku terhenyuk oleh kedatangan seseorang yang dari tadi kutunggu. Ya dia. Dewi. Tapi kenapa ia datang ke Bibliothek sangat larut malam. Hari ini ia tampak lebih rapi dengan terusan berwarna marun dan topi yang lebar membuatnya terlihat anggun. Akupun mencoba menyamakan langkahnya agar dapat berbicara. Dan pada akhirnya ku beranikan diri untuk memanggilnya

"Hey Dewi"kataku

"Ada apa,Rueben . Tidakkah kau sudah kubilang untuk tak dekat denganku" Jawab Dewi ketus

"Apa masalahnya? Aku butuh waktu untuk menjelaskan semuanya. Aku yakin persepsi mu hanyalah salah  paham" Kata ku

"Tidak ada yang salah tentang mu Rueben. Hanya saja aku tak ingin kita dalam masalah yang besar. Jika kau memang benar benar ingin bercerita sesuatu datanglah ke Opera di Sumpfige Pukul 7 malam besok. Aku akan ada disana untuk pentas biola" Kata Dewi lugas

BERSAMBUNG




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Aksara indah teman sepi kala jemari dan hati tertaut jadi satu dan tertuang dalam satu wadah